Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Saksi Ahli Termohon Sebut Penetapan Tersangka Prof Antara Sebelum Ada Hasil Audit Kerugian Negara

Saksi Fakta atas nama Andreanto saat memberikan keterangan. (Foto/pbm)

Denpasar, PorosBali.com- Sidang praperadilan terkait penetapan status tersangka Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. I Nyoman Gde Antara, dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) kembali digelar di PN Denpasar, Jumat 28 April 2023.

Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal, Agus Akhyudi ini mengagendakan pengajuan alat bukti dari Termohon serta menghadirkan dua orang saksi yaitu Saksi Fakta atas nama Andreanto dan Saksi Ahli, Hendri Jayadi, Dosen FH UKI.

Terkait penetapan status tersangka kepada Pemohon, menurut Saksi Fakta, Andreanto, dilakukan berdasarkan dengan barang bukti yang dimiliki. "Dari hasil tersebut, pemohon dikenakan pasal 2 dan 3 serta pasal 12e," katanya.

Baca juga: Audit Tanpa Koordinasi BPK, Saksi Ahli Sebut Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi SPI Unud Tak Sah

Namun menariknya, Andreanto mengatakan ketika pemohon dijadikan tersangka, belum ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara. Namun dalam hal ini, saksi kukuh menyatakan penyidik telah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka. "Saya no komen, ini bukan ranah saya menjelaskan," kata Andreanto, usai sidang. 

Tim Kuasa Hukum Unud Dr. Nyoman Sukandia, S.H., M.H., menyampaikan dari keterangan saksi ahli dari termohon yang dengan tegas mengatakan bahwa, dalam penerapan pasal 2 dan 3 Undang Undang tipikor, itu harus atau wajib adanya audit dulu untuk kerugian keuangan negara. Sedangkan untuk pasal 12e, itu tidak perlu audit. "Hal itu menjadi penting karena dalam kasus ini, persoalan pokoknya adalah terkait kerugian keuangan negara. Dalam pembuktian di persidangan, juga belum ada yang diajukan bukti tentang hasil audit. Bahwa dijelaskan juga oleh saksi fakta, audit internal juga belum selesai dari termohon. Namun, dari saksi ahli, mengatakan, wajib ada audit sebelum menetapkan menjadi tersangka,” ujar Sukandia usai sidang. 

Tim kuasa hukum lain, Gede Pasek Suardika menyampaikan hal yang sama. Pasek menjelaskan, selain terkait penegasan wajib ada hasil audit sebelum penetapan tersangka, yang kedua juga disampaikan oleh ahli, bahwa uang yang masuk ke rekening milik lembaga pemerintahan, tidak bisa dikategorikan kerugian. Justru kata dia, hal itu bisa dikategorikan dengan pendapatan. Kalaupun Ada warga negara memasukkan itu harus mengembalikan, maka harus ada proses Administrasi atau perdata.

“Artinya dilihat dari konteks itu, rekening UNUD kan sama punya pemerintah juga, lembaga negara. Ketika orang memasukkan uang kesana, itu tidak merugikan keuangan negara, justru menambah. Dan saksi ahli juga sepaham bahwa itu menambah keuangan negara. Itu saya kira hal-hal prinsip kenapa orang dijadikan tersangka. Tetapi latar belakang orang dijadikan tersangka,” ujar Pasek.

Pasek pun menyampaikan, dalam sidang ini hakim juga sempat bertanya kepada saksi ahli, untuk penerapan pasal 2 dan 3 harus ada audit perhitungan kerugian negara. "Itu tegas dipertanyakan oleh hakim dan tegas dijawab oleh saksi ahli bahwa harus ada hasil audit kerugian negara,” tegas Pasek. 

Sementara secara terpisah Dosen FH Unud yang juga Ahli Hukum Administrasi,  Prof Dr I Wayan Parsa, menyampaikan lembaga yang berwenang menetapkan kerugian negara, adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Satu-satunya lembaga yang berwenang adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena lembaga inilah yang memperoleh wewenang konstitusioal dalam Undang-undang Dasar," jelasnya.

Baca juga: SPI Unud Tak Ada Kerugian Negara, Tim Kuasa Hukum Tepis Tudingan Korupsi

Lebih lanjut dikatakan, apabila dari lembaga audit lain yang ditunjuk, boleh saja mereka menghitung, namun yang mendeklarasikan atau yang menetapkan benar ada atau tidak kerugian negara itu tetap oleh BPK.

“Lembaga lain boleh melakukan audit, namun yang mendeclare itu tetap kewenangan ada di BPK. Bila audit dilakukan oleh internal tanpa melibatkan BPK, ini tentu cacat kewenangan. Sebelum adanya hasil dari BPK, itu belum boleh menetapkan tersangka atau penetapan tersangka tidak sah. Untuk sahnya hasil audit itu harus ada 3 hal yang harus dipenuhi, yakni Kewenangan, Prosedur, dan Substansi. Satu saja itu tidak dipenuhi , tentu tidak sah,” katanya. (Pbm4)


TAGS :

Komentar