Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Pengikatan Objek Jaminan Kredit Pada LPD, Pria Darsana Tegaskan Peran Notaris Sangat Penting

Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M.Hum. (kanan)

Denpasar, PorosBali.com- Keberadaan notaris dalam hal pembuatan akta perjanjian kredit dalam LPD sangat membantu masyarakat adat di Bali sebágai pihak nasabah dari LPD untuk menjamin kepastian hukum atas jaminan yang diberikan kepada LPD hingga kredit yang diberikan dapat dilunasi oleh nasabah.

"Apabila telah ada pengaturan tata kelola berdasarkan hukum adat yang memiliki kepastian hukum, maka seyogyanya segala bentuk transaksi kredit di LPD termasuk terkait pengikatan jaminan kredit sebaiknya mengikuti mekanisme yang berlakų selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelas Dr. I Made Pria Dharsana, SH, M.Hum, saat menjadi narasumber kegiatan  Pengabdian Kepada Masyarakat, yang digelar Prodi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Unwar di Kantor Lurah Sesetan, Rabu (29/9/2021)

Untuk itu, imbuh Pria Darsana penting untuk membuat peradilan adat untuk mengakomodasi perubahan perubahan tata kelola LPD jika telah diubah sesuai dengan hukum adat.

"Dalam praktek empiris pemberian kredit di LPD bentuk akta pengikatan jaminan pada pemberian kredit di LPD dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan diperuntukkan bagi pemohon kredit yang merupakan krama desa adat, sementara akta pengikatan jaminan diperuntukkan bagi warga yang bukan anggota /diluar anggota krama desa dibuat dengan Akta Notaris sesuai dengan tata cara atau prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Fidusia maupun Undang-Undang Hak Tanggungan," jelasnya.

Ditambahkan, pada kenyataannya baik dalam praktęk pemberian kredit oleh bank, maupun LPD, agunan (collateral) selalu menjadi faktor pertimbangan yang paling menentukan untuk dapat dikabulkannya permohonan kredit dari krama desa pakraman.

Kredit yang diberikan LPD harus diamankan, dalam arti harus dapat dijamin pengembalian atau pelunasannya. Tak hanya itu, menurut Pria Darsana dalam rangka memberikan keamanan dan kepastian pengembalian kredit dimaksud, LPD perlu meminta jaminan agunan) untuk kemudian dibuatkan perjanjian pengikatannya.

Benda yang lazim dijadikan jaminan kredit di LPD ada benda bergerak berupa kendaraan bermotor (mobil atau motor) dan benda tidak bergerak berupa tanah. Apabila benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit, maka pengikatannya saat ini, memakai lembaga jaminan fidusia sebagai diatur dalam Undang -Undang Nom or 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

"Artinya, dengan kata lain, apabila benda bergerak yang dijadikan jaminan kredit, maka pengikatannya tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia," tandas pria yang juga sebagai salah satu pendiri Perkumpulan Pemerhati Pertanahan dan Agraria Terpadu Indonesia (P3ATI).

 

ia juga mengatakan poin-poin mengenai pengikatan jaminan di LPD tersebut harus dilakukan berdasarkan awig-awig (hukum adat) agar sesuai dengan amanat Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro.

"Kendala terbesar adalah banyak desa pakraman yang belum mempunyai awig-awig yang mengatur tentang LPD secara tértulis. Walaupun telah ada yang tertulis, hanya disebutkan bahwa LPD merupakan duwe desa pakraman," katanya.

Poin-poin penting mengenai tata kelola lebih lanjut termasuk yang berkaitan dengan barang jaminan tidak diatur sama sekali. Beberapa desa pakraman yang belum mempunyai awig-awig tertulis beralasan bahwa awig-awig tidak tertulis mempunyai sifat yang lebih luwes, sehingga relatif lebih mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan lebih mudah dalam mendekati rasa keadilan masyarakat tempat awig-awig itu berlaku.

Padahal tidak ditulisnya awig.awig tentu tidak dapat menjamin kepastian hukum dan sulit dijadikan sebagai rujukan dikemudian hari.

Oleh karena itu LPD juga harus menggunakan pendekatan pilihan-pilihan rasional, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan. Dalam rangka mencari rasionalitas pengaturan LPD, diperlukan beberapa pendekatan pilihan-pilihan yang rasional yaitu, pilihan nilai, pilihan motif dan pilihan cara.

Pada pilihan nilai, keberadaan LPD didasarkan pada nilai-nilai budaya dan agama masyarakat di Bali, sehingga nilai-nilai yang diemban LPD murni mencerminkan karakter duwe Desa Pakraman. Sehingga pada pengaturan LPD harus memunculkan karakter khas, konsep, definisi, pemaknaan yang sesuai dengan kekhasan adat Bali.

"Dibuatkan awig-awig atau dibuatkan pararem khusus yang mengatur keberadaan LPD di Desa Pakraman, ujarnya, seraya mengatakan pada pilihan nilai tidak bisa melulu keberadaan LPD ditekankan pada prinsip efisiensi, akan tetapi prinsip pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan. Sehingga dibutuhkan "lembaga-lembaga" "erkait lainnya yang mendukung nilai-nilai tersebut tetap terjaga, seperti pembina, pengawas dan penjaminan.

Terakhir, dharapkan otoritas pengaturan LPD berada pada hukum adat, namun tidak dipungkiri sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, krama desa pakraman dan LPD harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Benda bergerak maupun tidak bergerak yang akan dijadikan jaminan apabila diperlukan pengikatan barang jaminan dan perlu dicatatkan, maka seorang Notaris/PPAT yang berhak mencatatkan adalah seorang Notaris/PPAT yang memilik kompetensi sebagai Notaris/PPATLPD dengan rekomendasi dari Majelis Utama Desa Pakraman.
Apabila telah ada pengaturan tata kelola berdasarkan hukum adat yang memiliki kepastian hukum, maka seyogyanya segala bentuk transaksi kredit di LPD termasuk terkait pengikatan jaminan kredit sebaiknya mengikuti mekanisme yang berlaku selama tidak bertentangan denganhukum yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Untuk itu, penting untuk membuat peradilan adat untuk mengakomodasi perubahan-perubahan tata kelola LPD jika telah diubah sesuai dengan hukum adat," pungkasnya. (Pbm5)

 

 


TAGS :

Komentar