Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Siti Sapura Persatukan Kembali Seorang Ibu dengan Kedua Anaknya, Begini Ceritanya

Siti Sapura saat menerima NKP bersama kedua anaknya

Denpasar, PorosBali.com- Siti Sapura yang akrab disapa Ipung, selain sebagai pengacara, ia tidak pernah lupa bahwa dirinya seorang aktivis anak dan perempuan. Di tengah perjuangan mendapatkan kembali tanahnya yang dijadikan jalan di Kampung Bugis, Serangan, Siti Sapura terbukti berhasil mempersatukan kembali seorang ibu berinisial NKP dengan dua anaknya yang sudah beberapa tahun terakhir tinggal bersama mantan mertuanya atau kakek dan nenek dari anak kandungnya itu pada, Kamis 16 Juni 2022.

“Tidak lama, saya berjuang untuk mempesatukan ibu dan anak ini hanya dalam waktu 3 hari. Saat ini ibu dan kedua anaknya sudah tinggal bersama di rumahnya,” ujar Siti Sapura yang ditemui di kantornya, Jumat (17/6/2022). 


Ipung mengatakan, persoalan ini muncul awalnya dari adanya gugatan cerai yang dilayangkan NKP kepada suaminya di tahun 2017 silam. Singkat cerita gugatan cerai dikabulkan dan sebagaimana dalam putusan hakim anak diasuh bersama antara penggugat dan tergugat. 

“Tapi secara fisik kedua anak NKP dikuasai oleh mantan suaminya. Dan sejak putusan cerai ini, menurut NKP dia sama sekali tidak diperbolehkan bertemu dengan kedua anaknya yang saat ini sudah berusia 11 dan 10 tahun,” jelas Ipung kepada wartawan. 


Persoalan kedua muncul saat mantan suaminya meninggal dunia setahun yang lalu. Kerena merasa sebagai ibu kandung, NKP mencoba menemui mantan mertuanya untuk menjemput kedua anaknya dan tinggal bersamanya di Jalan Kebo Iwa, Denpasar. 
Tapi niat NKP untuk mengasuh kedua anaknya tidak berjalan sesuai keinginanya karena kedua mantan mertuanya itu menolak dan tidak membiarkan cucunya diasuh oleh ibunya. Atas kejadian itu, kata Ipung, NKP mengadukan nasibnya ke P2TP2A Denpasar  ditahun 2021 lalu. 


Lucunya, saat di P2TP2A NKP malah diminta untuk membuat surat mediasi dan meminta agar kedua anaknya diasuh oleh mantan mertuanya itu. Merasa tidak mendapat keadilan dan tidak rela anaknya diasuh oleh mantan mertuanya karena sering mendapat perlakuan kasar, NKP pun menemui Ipung di kantornya di Jalan Pulau Buton, Denpasar pada Senin (13/6/2022) sore. 

“Karena pada saat bertemu saya di hari Senin itu sudah sore, maka kami putuskan untuk membahas persoalan pada esok harinya yaitu, Selasa (14/6/2022). Baru di hari Selasa ini NKP menceritakan apa yang dialami, termasuk pengaduannya ke P2TP2A Denpasar,” ungkap Ipung.


Ipung merasa aneh dan lucu dengan sikap P2TP2A Denpasar yang malah menyarankan agar NKP menyerahkan kedua anaknya ke mantan mertuanya itu.

”Okay, kalau memang anak itu diserahkan kepada orang lain yang bukan orang tua kandungnya, pihak P2TP2A wajib dong mengawasi dan memantau,” jelas Ipung. 

Tapi faktanya, NKP mengatakan bahwa anaknya sering mendapat kekerasan fisik dari kakeknya. Hal ini dibenarkan oleh anak NKP saat ditanya usai dilakukan penjemputan pada, Kamis (16/6/2022) di rumah kakeknya di kawasan, Sanur, Denpasar. 


Lalu bagaimana Ipung bisa membawa kedua anak NKP kembali ? Ipung mengatakan, untuk urusan anak sudah diatur dalam Undang-udang perlindungan anak. Di sana dijelaskan, hak seorang anak berhak atas ibu kandung dan ayah kandungnya. Artinya bila orang tua kandung anak ini masih ada, maka anak berhak tinggal dan diasuh oleh orang tua kandungnya. 

“Setelah saya mendengar cerita dari NKP secara utuh, saya katakan kepada NKP, tenang saja, anak ibu pasti kembali. Kita percayakan dan serahkan kepada Polisi,” kata Ipung. Usai mengatakan begitu kepada NKP, Ipung lalu menghubungi Polresta Denpasar dan menceritakan persoalan ini.  

“Pihak kepolisian akhirnya mendukung agar kedua anak ini kembali pada ibunya, sehingga dilakukan penjemputan pada hari Kamis 16 Juni 2022 pagi di rumah mertuanya di kawasan Sanur,” jelas Ipung. 


Memang kata Ipung, NKP awal menemui terlihat sedikit pesimis untuk bisa mendapatkan kembali kedua anaknya itu. Sambil menangis NKP mengatakan susah mendapatkan anaknya karena di Bali ada yang namanya Purusa. Namun, kata Ipung, Purusa tidak bisa mengalahkan UU perlindungan anak dan Pasal 330 KUHP. 
Oleh karena itu, melalui persoalan yang dialami oleh NKP ini setidaknya bisa memberi edukasi kepada masyarakat Bali bahwa untuk urusan anak sudah diatur dalam UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 dan perubahan nya UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, 
Di sana jelas ada 31 Hak Anak yang tidak boleh di langgar oleh siapapun “DEMI KEPENTINGAN TERBAIK ANAK” dan pasal 330 KUHP yang ancaman nya 9 tahun penjara yang dengan jelas mengatur  “Barang siapa yang menguasai anak yang bukan haknya dan diambil dari orang yang punya kuasa atas dirinya jika anak itu di bawah 12 tahun diancam pidana penjara 9 tahun,”. 

“Sekali lagi saya tekankan,  bahwa tidak ada aturan yang lebih tinggi dari Undang-undang. Jadi semua pihak wajib mematuhi aturan yang ada dalam Undang-undang,” pungkasnya. (Pbm4)


TAGS :

Komentar