Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Tanah Negara dan Tanah Desa Adat di Bali

I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari

PorosBali.com- Fakta kosmologis dan ekologis menempatkan tanah menjadi tumpuan bagi kelangsungan hidup manusia sebagai individu dan juga bagian masyarakat. Tentang masyarakat, utamanya yang sangat menyatu dan bergantung dengan tanah sepanjang kehidupannya yaitu mayarakat hukum adat. 

 

Masyarakat hukum adat di Bali dikenal dengan sebutan Desa Adat. Keberadaan Desa Adat di Bali diatur bedasarkan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali. Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Pasal 1 nomor urut 8 Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali). Sebuah Desa Adat di Bali ada yang hanya teriri dari satu Banjar Adat dan ada juga yang terdiri dari beberapa Banjar Adat. Banjar Adat atau Banjar Suka Duka atau sebutan lain adalah bagian dari Desa Adat. (Pasal 1 nomor urut 9 Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali).

 

Tanah dalam lingkup wilayah hidup masyarakat hukum adat atau Desa Adat di Bali merupakan salah satu hak tradisional yang diakui menurut Pasal 18 B ayat (2) UUDNRI Tahun 1945. Pengakuan ini menjadi legalitas fundamental  perlindungan bagi penguasaan hak atas tanah masyarakat hukum adat atau Desa Adat di Bali. Namun dalam bingkai bernegara, tanah yang menjadi bagian dari bumi, air dan kekayaan alam yang dinaungi ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUDNRI Tahun 1945 yaitu “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.” Penguasaan hak atas tanah oleh  masyarakat hukum secara yuridis yang tampak adalah hak menguasai tanah oleh negara dan hak ulayat masyarakat hukum adat. Realitas konkret aspek pertanahan dan problematikanya adalah  penguasaan melalui hak menguasai negara  dan hak ulayat atau penguasaan oleh  masyarakat hukum adat adalah suatu keniscayaan yang sudah semestinya dilihat sebagai relasi harmoni yang bersumber dari sistem hukum negara dan sistem hukum adat. 

 

Tetapi dalam kenyataannya harus diakui sering muncul ketidakharmonisan antara negara dan masyarakat hukum adat termasuk Desa Adat di Bali, dalam hubungan dengan kepemilikan dan pengusaan tanah. Bagaimana hal ini patut disikapi oleh negara dan Desa Adat di Bali atau masyarakat adat pada umumnya?  

 

Eksisnya keberagaman hukum yaitu sistem hukum bernegara dan keberadaan hukum adat yang secara historis telah ada jauh sebelum negara terbentuk dan diakui, masih ada menyatu dengan komunitas masyarakat hukum adat. Hal ini menunjukkan praktek hukum negara yang bekerja bersama dengan  hukum adat. Prioritas pembangunan dan investasi yang terkait dengan ketersediaan lahan (tanah) semakin memperlihatkan pola relasi hukum adat dan hukum negara apalagi jika hak atas tanah yang selama ini didiami masyarakat hukum adat tersangkut di dalamnya. Relasi asimetris akan tampak pada kondisi tersebut, menjadi tidak harmonis karena atas nama hak menguasai negara berwujud dominasi kebijakan negara.

 

Persinggungan antara kedua hak yang bernaung dalam hukumnya masing-masing, bila dilihat dari penguasaan historis oleh masyarakat hukum adat mendapat perhatian utama, tetapi  pada saat yang lain  bukti formal adalah juga prioritas dalam berperkara sebagai bukti terkuat atas klaim hak. Pada kondisi ini relasi hukum negara secara formal berkait tanah dan negara terwujud dalam hak menguasai negara sementara  relasi masyarakat hukum adat dengan tanah terwujud dengan hak ulayat atau hak atas tanah oleh Desa Adat di Bali. Persaingan pada kondisi inilah relasi hukum negara dan adat semakin tampak. Bagaimana hal ini patut disikapi oleh negara dan Desa Adat di Bali atau masyarakat adat pada umumnya?  
Penyelesaian yang terbaik yaitu dengan tetap memperhatikan bahwa kaidah dalam sistem hukum negara harus selalu  terdepan namun dengan tidak mengorbankan hak masyarakat hukum adat yang dalam kehidupannya menyatu dengan nilai kearifan lokal yang dijaga dalam penyelamatan tanah dan sumber daya alam. Dasar religiositas atas tanah sebagai tempat hidup masyarakat hukum adat/Desa Adat di Bali memberi gambaran penguat akan sifat fungsional  hukum adat dalam penguasaan hak atas tanah pada masyarakat hukum adat termasuk Desa Adat di Bali. Ini juga mengingatkan bahwa sebagai dasar awal pembentukan peraturan pokok agraria nasional (lebih dikenal dengan singkatan UUPA) didasarkan pada hukum adat seperti tertuang dalam Pasal 5 UUPA. Dalam hubungan dengan pelaksanaan hak masyarakat hukum adat terhadap tanah atau hak ulayat, diatur dengan jelas dalam Pasal 3 UUPA. Dalam banyak hal substansi kedua pasal ini seperti diabaikan termasuk dalam hubungan dengan keberadaan tanah Desa Adat di Bali.  (*)

Oleh:

I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
 


TAGS :

Komentar