Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

PMKH: Intimidasi (Tekanan) terhadap Hakim dalam Menangani Persidangan?

Kader Klinik Etik dan Advokasi 2023 Fakultas Hukum Universitas Udayana. (Foto/FH Unud)

Oleh:
Anak Agung Istri Sinta Komala Dewi1, Putu Aura Dianawati Manik Awa2, Kadek Arlina Devitia Ananda3, Gusti Ayu Sri Krisnayanti4, Putu Mulyani Puspa5


Kader Klinik Etik dan Advokasi 2023 Fakultas Hukum Universitas Udayana

 

       Diadakannya suatu proses persidangan adalah untuk memperoleh putusan hakim. Melalui putusan hakim tersebut pihak-pihak yang bersengketa akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang dihadapi. Namun pada kenyataannya, tidak semua putusan hakim semerta-merta dipandang adil dan diterima dengan lapang dada oleh pihak yang berperkara. Setelah putusan disampaikan, tak jarang berbagai tindakan ekspresif pihak-pihak akan muncul sebagai bentuk tanggapan terhadap putusan yang diberikan oleh Hakim. Hal yang cukup disesalkan apabila tanggapan tersebut turut diikuti dengan tindakan yang berlebihan maupun menjurus ke arah kekerasan atau perlakuan kurang pantas yang ditujukan kepada majelis hakim tersebut. Dalam sudut pandang hukum, Hakim tidak hanya sebagai aktor utama dalam proses persidangan tetapi hakim juga memiliki posisi yang istimewa, dan di dalam sudut pandang sosial hakim dianggap sebagai representasi tuhan. Hakim dengan keistimewaan, tanggung jawab, serta kewenangannya yang besar pasti hidup di tengah problematika. Sehingga independensi hakim ini harus dipastikan.

       Tindakan-tindakan tercela tersebut dapat dikatakan sebagai Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH). Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) adalah perbuatan orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum yang dapat mengganggu proses peradilan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan serta menghina hakim dan pengadilan. Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) dapat dilakukan baik oleh hakim itu sendiri, jaksa, pengacara, pihak penggugat dan tergugat maupun pengunjung dan masyarakat.           

       Ancaman terhadap kehormatan hakim tersebut dapat berupa ancaman verbal maupun non verbal (fisik). Hakim merupakan profesi yang memiliki resiko ancaman yang besar. Dalam kehidupan bernegara, Hakim dipandang dan ditunjuk sebagai pihak terakhir yang berwenang memutuskan dan memberikan jawaban atas permasalahan yang diajukan oleh masyarakat. Seorang hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan seseorang, mencabut kebebasan seseorang bahkan menentukan kehidupan seseorang. Pada akhirnya, bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan, Hakim akan menjadi sasaran luapan kekesalannya.

       Dalam membuat keputusan pengadilan, seorang hakim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1). Faktor hakim itu sendiri, misalnya adalah lima kepribadiannya, intelegensi, dan suasana hati, (2). Faktor opini publik yang tertulis dalam media massa ketika sidang tengah berlangsung, (3). Faktor pengacara, misalnya performance dan gaya bicara yang meyakinkan juga memberikan pengaruh terhadap putusan hukuman, (4). Faktor terdakwa, misalnya jenis kelamin terdakwa, ras dan kemampuan bicara, maka kita mengetahui begitu

beratnya sebenarnya tugas seorang hakim, karena ditangan hakimlah pencari keadilan akan meletakkan kepercayaan dan harapannya. Namun seorang hakim tetaplah seorang manusia yang tidak akan terlepas dari segi kemanusiaannya. Hakim bukanlah malaikat ataupun benda mati yang dapat melakukan hukum seperti dewi keadilan yang membawa pedang dengan mata tertutup. Hukum diterapkan dengan prinsip mesin secara akurat, konsisten tanpa memandang siapapun orangnya.

       Dalam hal ini setidaknya, ada dua sebab mengapa masih terjadi tindakan penyerangan terhadap kehormatan martabat hakim. Pertama, rendahnya bentuk penghormatan terhadap hukum yang berlaku. Perlu disadari bahwa, keberadaan hukum tidak serta-merta diakui dan dihormati oleh seluruh masyarakat yang ada. Ketaatan terhadap hukum yang dilakukan bukan karena mereka menyetujui hukum yang berlaku, melainkan sikap menolaknya tidak dinyatakan terbuka. Sikap inilah yang mendorong lahirnya perilaku-perilaku yang bersifat bertentangan dengan hukum salah satunya adanya Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH), dapat mengacaukan proses persidangan. Kedua, sebagai bentuk perlawanan yang dalam artian ketika seseorang melakukan kesalahan dan dituntut untuk bertanggung jawab tetapi mereka tidak mampu memberikannya, mereka akan tertekan. Akibat dari tekanan ini, mereka akan mencari cara untuk “melepaskan diri” dari jerat hukum yang ada, atau setidak-tidaknya meluapkan emosi yang dipendam. Ketika jalur “formal” tidak lagi memihak pada diri terdakwa, maka “sifat alamiah” tersebut akan mengupayakan berbagai cara agar mereka dapat melepaskan dirinya dari tuntutan termasuk melakukan kekerasan atau ketika permintaan mereka tidak didengar, maka aksi-aksi tersebut akan terjadi. Agar permintaan mereka dipenuhi, bentuk perlawanan juga seringkali dilakukan oleh pihak-pihak yang dirasa memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan lembaga peradilan itu sendiri. 

      Kekuatan yang dimaksud dapat berupa jabatan, kekayaan atau jumlah massa yang dimiliki. Dengan menyadari memiliki kekuatan, pihak-pihak ini akan melakukan perlawanan apabila putusan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika ditarik ke akar, maka penyebabnya adalah krisis kepercayaan terhadap hukum dan hakim itu sendiri. Namun perlu diperhatikan pula, bahwa segala Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) walaupun atas dasar memperjuangkan keadilan tidaklah dapat dibenarkan. Menurut ketentuan pidana, pelaku PMKH dapat dijerat dengan pidana penjara sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 207, Pasal 212, Pasal 217, Pasal 224 dan Pasal 351 KUHP. Jika halnya perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang menjalani profesi tertentu, maka hukuman bagi pelaku dapat ditambah sesuai dengan sanksi yang berlaku berdasarkan ketentuan kode etik profesinya. Penting bagi negara untuk hadir melindungi martabat dan keluhuran profesi hakim itu. Berbicara hakim, maka berbicara pada keberadaan fisik individunya dan sebuah keluhuran profesinya. Sehingga bentuk perlindungan harus ada pada keduanya. Menghormati profesi hukum bukanlah persoalan dimensi yuridis semata, tetapi soal kesadaran hukum masyarakat akan keberadaan hukum.

      Dapat disimpulkan bahwa Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH), selalu dilandasi atas ketidakpuasan pihak-pihak tertentu atas putusan dan sikap hakim tersebut. ekspresi demikian timbul karena keadilan dipandang tidak berpihak pada pelaku. Namun menempuh “jalur kekerasan” tidaklah menyelesaikan masalah justru menambah masalah. Semestinya kehormatan dan marwah seorang hakim perlu
dilindungi dan dihormati oleh siapapun. Wibawa dan martabat itu bukan saja dijaga oleh badan peradilan namun dijaga bersama oleh seluruh komponen masyarakat.

 


TAGS :

Komentar